Cara Menasehati Orang Lain Menurut Islam

Pada kesempatan kali ini saya akan membahas tentang bagaimana Cara Menasehati Orang Lain Dengan Baik Menurut Islam agar tidak menyinggung perasaan. Setiap umat muslim diwajibkan untuk saling mengingatkan dan menasehati untuk kebaikan.
Namun tidak jarang cara kita menasehati orang lain tidak sesuai adab bahkan akhirnya melukai perasaan orang lain. Bagaimana cara orang lain  mau mendengar nasehat kita kalau cara kita menyampaikannya saja tidak masuk ke hati?

Berikut ini adalah Cara Menasehati Orang Lain Dengan Baik yang sesuai dengan dalil-dalil dalam hadits:

1. Tidak Boleh Memaksakan Kehendak

Sesuatu yang dipaksakan pada akhirnya tidak akan baik. Bahkan dalam islam sendiri dilarang menyebarkan agama dengan cara pemaksaan. Ibnu Hazm Azh Zhahiri mengatakan:
Janganlah kamu memberi nasehat dengan mensyaratkan nasehatmu harus diterima. Jika kamu melanggar batas ini, maka kamu adalah seorang yang zhalim…” (Al Akhlaq wa As Siyar, halaman 44).

2. Menasehati Orang lain Secara Diam-Diam

Jangan lah kalian menasehati, orang lain di depan orang banyak, karena bisa jadi aib orang tersebut terbongkar dan orang tersebut merasa dipermalukan. Nasehatilah orang secara diam-diam agar nasehat kalian terkesan tulus dan masuk ke hati orang yang dinasehati.
Al Hafizh Ibnu Rajab berkata: “Apabila para salaf hendak memberikan nasehat kepada seseorang, maka mereka menasehatinya secara rahasia… Barangsiapa yang menasehati saudaranya berduaan saja maka itulah nasehat. Dan barangsiapa yang menasehatinya di depan orang banyak maka sebenarnya dia mempermalukannya.” (Jami’ Al ‘Ulum wa Al Hikam, halaman 77).
Abu Muhammad Ibnu Hazm Azh Zhahiri menuturkan,“Jika kamu hendak memberi nasehat sampaikanlah secara rahasia bukan terang-terangan dan dengan sindiran bukan terang-terangan. Terkecuali jika bahasa sindiran tidak dipahami oleh orang yang kamu nasehati, maka berterus teranglah!” (Al Akhlaq wa As Siyar, halaman 44).

3. Pilih Waktu Yang Paling Tepat

Ketika seseorang dalam keadaan emosi, pastinya dinasehati akan lebih sulit. Pilihlah waktu yang tepat, saat orang tersebut sudah lebih tenang dan bisa mencerna ucapan kalian.
Ibnu Mas’ud pernah berkata:
Sesungguhnya adakalanya hati bersemangat dan mudah menerima, dan adakalanya hati lesu dan mudah menolak. Maka ajaklah hati saat dia bersemangat dan mudah menerima dan tinggalkanlah saat dia malas dan mudah menolak.” (Al Adab Asy Syar’iyyah, Ibnu Muflih).

4. Pilih Kata-Kata Yang Baik Serta Lemah Lembut

Adab menasehati lainnya dengan pemilihan kata-kata yang baik dan nada yang lemah lembut. Allah Ta’ala berfirman,
فَقُولا لَهُ قَوْلا لَيِّنًا
Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir’aun) dengan kata-kata yang lemah lembut.” (QS. Ath Thaha: 44)
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُونُ فِى شَىْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ يُنْزَعُ مِنْ شَىْءٍ إِلاَّ شَانَهُ
Setiap sikap kelembutan yang ada pada sesuatu, pasti akan menghiasinya. Dan tidaklah ia dicabut dari sesuatu, kecuali akan memperburuknya. (HR. Muslim)
Dalam hadits lainyya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا، أَوْ لِيَصْمُتْ
Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir hendaklah berkata yang baik atau diam…”(HR. Bukhari dan Muslim).
Hendaklah tindakan menegur dan menasehati dilakukan dengan bahasa yang lembut dan santun. Hindarilah bahasa yang kasar dan ketus. dalam hal ini allah swt berfirman:
serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk’. (Annahl : 125)
Sikap santun ini bukan saja ditujukan kepada sesama muslim saja, namun juga kepada orang kafir. Kita dituntut bersikap santun dan sopan kepada mereka, lemah lembut dan tidak menyinggung perasaan. Ini bisa kita lihat tatkala Allah memerintahkan Nabi Musa dan Nabi Harun untuk berdakwah kepada fir’aun. “Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut“.(QS Toha: 44)
Redaksi dalam ayat ini menggunakan kata qaulan layyinan, maksudnya perkataan yang lembut dan sopan. Bukan perkataan kasar, keras dan bernada menyerang. Kata-kata yang lembut tersebut bertujuan agar Fir’aun ingat, sadar dan takut sehingga ia menerima ajakan nabi Musa dan nabi Harun.
Jika watak manusia diperlakukan dengan kasar, maka akan menimbulkan penolakan keras. Ia justru bertambah lari dari ajakan dakwah. Ini sesuai dengan firman:
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. (Ali imran:159)
Al-Qur’an menggambarkan perkataan kasar dengan kata adza dalam firmannya’ Perkataan yang baik dan pemberian maaf. lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.
Perkataan yang baik Maksudnya menolak dengan cara yang baik yaitu dengan ucapan yang sopan tanpa melukai perasaan si peminta. Perkataan yang baik tersebut lebih utama dari pada sedekah yang diiriingi dengan sesuatu yang menyakitkan. Maksudnya mengucapkan kata-kata kasar, mencaci, maki dan menghina si penerima.
Kita juga dilarang mengucapkan kata-kata ah ketika merespon perintah orang tua kita. Allah berfirman”:“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia”. Al-Isra’ 23
Secara bahasa kata ah ini nampak sepele. Tetapi secara psikologis, kata ah ini sangat menyakitkan hati kedua orang tua. Seolah sang anak membangkang dan meremehkan orang tuanya. Kita diminta oleh allah mengatakan qaulan karima artinya perkataan yang santun da lembut, baik dalam hal nada suara maupun dari kandungannya seperti dipahami dalam kata uff/ah.
Pepatah mengatakan lidah lebih tajam dari  pedang. Jika tubuh terluka dengan pedang, maka banyak obatnya. Tetapi manakala lidah melukai hati karena cacian, sindiran, kata-kata kasar, hinaan dan sejenisnya, maka sulit diobati. Bahkan memerlukan waktu yang lama untuk memulihkannya.
Banyak sekali kasus pertikaian di tengah komunitas masyarakat diakibatkan ejekan, saling hina dan ucapan menyinggung perasaan orang lain. Bahkan bisa terjadi peperangan.
Oleh karena itu rasul dalam sebuah hadits menyatakan salah satu ciri orang muslim adalah orang-orang di sekitarnya merasa aman dari kejahatan lidahnya dan tangannya.
Maksud dari hadits ini bahwa lidah seorang muslim selalu terjaga, tidak mengumbar cacian,hinaan, sindiran sehingga merusak kedamaian di tengah masyarakat.
Dalam hadits yang lain rasul menyatakan: “Keselamatan manusia digantungkan kepada keselamatan menjaga lidahnya“. Bahkan ada pepatah menyatakan mulutmu harimaumu. Maksudnya mulut bisa berubah menjadi harimau yang siap menerkam kapan saja. Ketika kalimat sudah keluar dari mulut, maka mustahil ditarik kembali. Tinggal menunggu akibatnya.
Karena itu seorag muslim harus sadar, bahwa lidah ini dipertanggung jawabkan nanti di hadapan allah swt.
pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan“. (An nur: 24)
Rasul dalam sabdanya menyatakan: barangsiapa yang beriman kepada allah dan  hari akhir, maka hendaknya berkata baik atau lebih baik diam.
Terkadang lidah kita keceplosan menyindir atau mencela seseorang agar bisa mendapatkan canda tawa dari teman-teman kita. Atau untuk menghangatkan suasana. Tetapi tanpa kita sadari, hal tersebut merupakan perilaku yang buruk dan akhlak tercela.
Ketiga ayat di atas mengajarkan kepada kita bahwa Allah swt sangat memperhatikan ucapan yang keluar dari lidah sehingga perintah dengan ucapan yang baik dan lembut diungkapkan dalam redaksi yang indah dengan variasi yang berbeda.
Pertama dengan qaulan layyinan kepada fir’an yaitu berkata lemah lembut dan santun. Bukan perkataan yag menyerang, menantang, mengajak permusuhan.
Kedua kepada kedua orang tua dengan kata qaulan kariima perkataan yang sopan, lembut sebagai lawan dari bentakan yang dilarang kepada orang tua
Ketiga qaulan ma’rufaa kepada si peminta sedekah yang berarti perkataan yang santun dan terhindar dari melukai perasaan si pengemis seperti mengatakan kepadanya ‘kamu miskin, kamu malas, mencari duit susah kenapa kamu dengan enak meminta saja”.
Dengan ketiga ayat dalam berbagai variasi surat yang berbeda menunjukka n kepada kita betapa allah menyuruh kita agar santun, lembut dan berkata dengan perkataan yang baik. Terhindar dari mencaci maki, membentak, menyindir dengan kata-kata tajam.
Jadi kandungan kata yang layyin,kariim dan ma’ruf bisa berarti secara da hal yaitu dari nada suara yang tinggi. Ini bisa dipahami dari ayat yang melarang umat islam meninggikan suara di atas suara nabi/raf’ul ashwaat.
Dan bisa dipahami dari kata nahr  yang berarti bentakan. Kata nahar seakar kata dengan nahar sungai yang mengalir deras. Bisa disamaka dengan nahr membentak karena dengan entengnya ucapan mengalir dengan deras melalui bentakan.
Kata nahr ini sudah melampau ucapan sewajarnya. Bahkan dalam komunitas arab yang memang nadanya sudah keras atau seperti orang medan. Jelas kita bisa membedakan ucapan orang medan, antara ucapan lantang biasa dengan ucapan lantang dengan nada bentakan.
Karena nada bentakan memiliki frekuensi yang lebih tinggi dari suara manusia yang biasa ia ucapkan, meskipun itu orang arab ataupun orang medan. Kata ma’ruf disitu jelas sesuai dengan semua adat. Sehingga ketika keluar dari adat kebiasaan ucapan masing-masing komunitas karena sangat tinggi nadanya, maka sudah bukan ma’ruf lagi.
Demikian juga nada suara ini bisa dipahami dari kata adzaa. Para ahli tafsir menyatakan bahwa adzaa maksndya kata-kata nyaring, keras, ketus, lantang yang menyakitkan si pengemis.
Unsur kedua,Larangan perkataan dalam islam, juga mengandung unsur isi dan kandungannya. Karena bisa jadi seseorang menyatakan dengan nada halus tetapi isinya kasar karena mengandung unsur sindiran. Contoh: pak besok jangan ke sini lagi karena mencari uang susah. Kalimat ini bisa diucapkan dengan nada rendah. Meskipun rendah tetapi isinya menyakitkan hati.
Dalam pelajaran gaya bahasa dinamakan sarkasme yaitu sindiran. Contoh orang yang mengucapkan terimakasih dengan maksud menghina.
Perkataan ini jika kita cermati jelas mengandung unsur penghinaan satu dengan yang lain yang dilarang dalam alqur’an.
Jadi ketiga lafadz qaulan layyina, kariima dan ma’ruufa harus mencakup kedua unsur tadi baik secara kuantitas berupa frekuensi nada yang jauh dari bentakan dan nada tinggi. Dan yang kedua isinya terhindar dari unsur penghinaan, pelecehan atau sindiran.

5. Nasehati Dengan Penuh Kasih Sayang

Tidaklah sempurna iman seorang muslim sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.
Imam Nawawi rahimahullah berkata,
Menasehati sesama muslim (selain ulil amri) berarti adalah menunjuki berbagai maslahat untuk mereka yaitu dalam urusan dunia dan akhirat mereka, tidak menyakiti mereka, mengajarkan perkara yang mereka tidak tahu, menolong mereka dengan perkataan dan perbuatan, menutupi aib mereka, menghilangkan mereka dari bahaya dan memberikan mereka manfaat serta melakukan amar ma’ruf nahi mungkar.” (Syarh Shahih Muslim, 2: 35).
Menasehati sesama muslim tentu dengan perkataan yang baik, ketulusan, dan penuh kasih sayang sebagaimana ia ingin diperlakukan, tanpa hinaan dan merendahkan. Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik.” (QS. Al Hujurat: 11)

6. Imbangilah teguran itu dengan menyertakan prestasi dan kebaikan yang pernah diperbuatnya.

Terkadang dalam masyarakat kita jarang sekali memberikan penghargaan dan simpati kepada saudaranya. Jika saudaranya mendapat prestasi atau memliki kelebihan, maka didiamkan seribu bahasa. bahkan iri hati dan membenci. Ini adalah sifat hasud.
Namun ketika terdapat kejelekan, maka segera diungkapkan. Bahkan bagi pendengki, ia sengaja mencari-cari kesalahan orag lain atau tajassus. padahal tajassus dilarang oleh Allah” walaa tajassasuuu”.
Dalam peristiwa pemasangan kembali hajar aswad, rasulullah mengajak para pemimpin bani untuk sama-sama mengangkat hajar aswad. Sikap beliau ini merupakan penghargaan kepada mereka. akhirnya mereka senang karena merasa dilibatkan.
Ketika terjadi peristiwa fathu makkah, abu sofya sang pemimpin quraish telah kalah dan tidak berdaya. alam kondisi seperti ini, maka rasul tidak menghina abu sofyan. justru menghargainya. dengan menyatakan ”barangsiapa yang masuk ke dalam rumah abu soyan, maka ia aman.

Simak penjelasan Cara Bijak Menasehati Orang - Hikmah Buya Yahya



Dalam setiap pertempuran, bendera ansar dan muhajirin selalu disertakan. Ja’far bin Abu Thalib yang memegang panji kaum muhajirin, sementara Sa’d bin Rabi’ memegang panji kaum Anshar.
Rasulullah pernah melakukan seperti ini ketika para wanita muslimah ketakutan dengan kedatangan umar. para wanita itu mengangap umar sangat tegas. maka rasulullah memuji umar: “wahai Umar, jika engkau lewat, maka syetan akan menyingkir dari hadapanmu“.
Banyak prestasi dan kelebihan saudara kita yang terkadang kita menutup mata. oleh karena itu sampaikan penghargaan itu secara tulus dan ikut mendukung. Karena muslim dengan sesama muslim bagaikan satu tubuh. ketika saudaranya memiliki kelebihan, maka ia juga harus merasa bergembira dan menyatakan apresiasinya.
Kalimat yang bisa kita sampaikan, misalnya ”Tindakan kamu sudah sangat bagus. namun alangkah lebih bagus lagi jika begini”. Dengan bahasa seperti itu, maka si penerima nasehat tidak akan terluka hatinya, bahkan menerima dengan lapang dada dan berterimakasih atas nasehat saudaranya.

Sumber: AL-HASANIYYAH